Thursday, September 27, 2012

Esek-Esek di Bioskop Esek-Esek (2)






Demi postingan kali ini, demi memenuhi hasrat para pembaca sekalian, dan demi totalitas perjuangan di bidang blog perhomoan, maka aku mutusin observasi langsung ke TKP-nya. Pembaca sekalian, mohon beri applause dan amplop untuk Diq....

Jam 19.00, dengan hati yg dag-dig-dug berdebar kencang sekencang suara lengkingan Mpok Nori, aku beranikan diri buat masuk ke Bioskop Mulia Agung ini. Loketnya di sebelah kanan dari tempatku masuk Penjaganya sebut aja Mbak Bunga (entah nama aslinya siapa, wong ngga sempet kenalan juga) berlipstik merah menor menyala. "Berapa tiket Mas?" tanya si Mbak Bunga.... "Satu aja, Mbak". Harga tiketnya 5.000 perak, ku kasih duit lembaran 50.000, uang tinggal selembar-lembarnya, ya namanya juga tanggal tua. Eh, pas bayar, ada Mas-Mas yang berdiri di deket loket nawarin diri "beli dua aja Mas... Biar saya temenin.Biar ada temennya". Deg! OMG aku ditawar. OMG akunya tambah deg-degan. Entah gimana bentuk mukaku pas itu. Entah jadi kotak, entah segitiga, entah janjar genjang, aku gak tau lagi deh. Ku tolak dengan seyuman biar keliatan sopan sambil bilang "Ngga, Mas... Sendiri aja".

Si Mbak Bunga (inget ya bukan nama benernya) senyum, mungkin yang ada di pikirannya "ih, ini pasti anak baru pertama kali ke sini kelitan lugu-lugu bloon mukanya". Ya aku sih cuek aja ya, emang baru pertama. Dengan ketawa kecilnya penjaga loket yang bertoket ini tanya, apa boleh 5.000 lagi buat bonusnya. Ya oke lah ya gpp, akunya ikhlas, buat dia beli lipstik menor. 

Singkat cerita aku udah ada di dalem ruangan bioskopnya. Gelap, keliatan kumuh, kursi-kursinya jadul dan gak ada nyaman. Ya wajar lah ya tiketnya aja goceng, apa yang mau diharepin. Dan yang lebih mengejutkan, ada steger besi di tengah-tengah tempat bioskop. Eeeeeerrr lagi renovasi apa emang konsepnya kaya' Anomali Cafe PI sih? Ya gak usah lagi ditanya jawabannya apa.

Again, karena dalam rangka menjalankan tugas observasi, aku pilih tempat duduk di tengah-tengah di deretan ke lima dari atas. Gak mojok, gak di depan, ngegelosor juga di depan layarnya. Aku pilih yang kira-kira strategis buat bisa mengawasi sekeliling. Ngadep ke layar bioskopnya, 10 menit pertama diabisin dengan rangkaian trailer film-film yang notabene udah bertaun-taun lalu diputer. Yawn. 4... 3... 2.... 1.... Film dimulai. Judul filmnya adalah The Other Side Of Dolls, film China Hongkong zaman Soeharto baru dilantik Presiden. Gak usah bahas gimana cerita filmnya ya... Yang pasti filmnya film semi esek-esek juga.

Menit ke 15, aku baru sadar, lho.... Kok yang masuk laki semua? Gak ada permpewi yang masuk barang sebiji? Lho bukannya yang ku tau tempat ini juga tempat esek-esek dan mangkalnya perek-perek perempuan? Apa emang dipisah antara yang esek-esek sesama jenis dan lawan jenis? Entah deh, yang pasti isinya bioskop yang ku masukin itu berbatang dan berjakun semua. Oya, mungkin pengunjung bioskop malem itu sekitar 20an laki (atau kurang lebih 40 biji, jika dihitung secara normal semua laki-laki yang di situ bijinya ada dua). 70%-nya ada di bagian depan, cuma aku dan tiga orang lainnya yang duduk bertebaran di bagian atas. Mungkin hal ini dipengaruhi oleh tingkat kegelapan di mana di barisan depan cahayanya lebih sedikit, jadi lebih leluasa kalo mau esek-esek.

Beberapa menit berikutnya, kejanggalan di tempat yang harusnya bukan lagi janggal pun terjadi. Ada seorang cowok di deretan depan, bawa tas nyamperin satu cowok yang duduk di belakangnya. Di antara remang-remangnya cahaya, aku liat si cowok bertas ini kasih sesuatu entah bungkusan kecil entah apa ke cowok yang disamperinnya ini. Namanya juga homo kepo ya, aku terus mengawasi. Eh kok terus habis itu ada transaksi duit... Ku pikir itu mereka berdua lanjut esek-esek. Kok ternyata ngga jadi. Apaan tho ini? Otakku masih ngga ngerti. Dilanjut ngobrol-ngobrol gak lama, cowok bertas tadi pun pindah, menghampiri cowok lainnya di deretan depan. Sama. Dia pun kasih bungkusan dan diakhiri dengan penyerahan mas kawin berupa duit tapi (sayangnya) gak dilanjut esek-esek. Apa tadi itu transaksi narkoba kaya' gosip yg aku baca di web tetangga? Bisa jadi sih ya....


Sempet kecewa, akhirnya adegan esek-esek di dalem bioskop esek-esek pun ada. Jeder!!!

Sepasang laki entah dari barisan mana memutuskan untuk duduk tiga row di depanku. Pertama-tama duduk ngobrol-ngobrol. Menit berikutnya kok cowok satunya menenggelamkan kepalanya ke selangkangan pasangan? Lho ngapain? Lho? Lho? Lho…. APA INIIIII???? APA ITUUUUUU???? Oh, ngisep? Oalah….. Aku dari belakang litanya aja udah deg-degan sendiri.  Deg-deganku berhenti di situ aja? Oh jangan sedih…. Ada yg lebih bikin aku terheran-heran. Tau kalo lagi ada adegan isep-isepan, sekitar lima orang dari deratan berbeda-beda mendekat ke pasangan yg lagi asik ngisep dan diisep itu. Mereka nontonin di deketnya. Iiiihhh… Iki opo meneh tho yooooo? Kok begini sih? Yang ditontonin gak risih, yang ngedeket buat nonton juga gak ada malu-malunya.


Gak sampe lima menit, adegan syur yang gak terlalu syur-syur amat itu kelar. Si cowok yang kelar diisepin berdiri, benerin celananya, trus pergi. Cowok yang baru kelar bekerja kelar mengerjakan sesuatu yang keras dengan mulutnya yang buas anehnya masih duduk di situ. Gak ikutan pergi juga. Bukan pasangan sejati berarti. Hanya pasangan secrotan.

Terus, seorang laki umur 40 something dateng ke arahku yang duduk sendirian. Aaaakkkk aku mau diapain??? Aku bakal diapain sama dia? Tuhaaaannn.....

DAG DIG DUG DAG DIG DUG SUARA GENDANG
BERSAMBUNG YA KANG 



Tuesday, September 25, 2012

Esek-Esek di Bioskop Esek-Esek (1)






Udah liat kan gambarnya? 
Dari gambaran luarnya keliatan kan ya gimana mengenaskannya itu bioskop? Bangunannya begitu lah ala kadarnya. Hitam, kusam, seperti kulitku. Hiks. Poster yang dipampang pun kita gak tau itu film zaman kapan, pemainnya siapa, sutradaranya apalagi... wong film-nya itu film jadul ya... bukan film-film yang lagi happening kaya' di XXI atau Blitz.

Perkenalkan, namanya Bioskop Mulia Agung. Bagi warga Jakarta mungkin udah pada tau lah ya kemahsyuran bioskop satu ini. Ini bioskop (katanya) udah ada sejak zaman nenek kita belajar suffle, which is udah lama banget lah ya.... Keriputnya dinding bioskop itu kayaknya pun lebih banyak deh dibanding keriputannya Oma Titiek Puspa (Yaiyalah yaaa.. Wong Oma Titiek rajin setrika muka). Di eranya, (lagi-lagi katanya) bioskop ini sempet bergelimang kejayaan, ibarat kata Sevel sekarang deh, lagi jaya-jayanya kan ya? Letaknya di daerah Senen. Masih gak ngeh di mananya? Pas di seberang Pasar Senen, atau kalo noleh 45% dari Atrium, nah udah deh bisa liat ini bioskop. Kalo masih gak ngerti juga, ini pas di perlimaan lampu merah Senen.

Ok, akunya ini gak mau ngomongin sejarah dari bioskop ini. Aku gak pandai kalo ngomongin soal sejarah. Aku kan anak IPA dengan predikat (uhuk) NEM tertinggi se-propinsiku, jadi akunya ini cuma tau soal IPA lah ya. Pokoknya aku anak IPA banget lah (preettt).


Udah bukan rahasia lagi sih kalo bioskop ini sekarang udah jadi tempat esek-esek dan tempat mangkal para (maaf) pelacur. Berita buruang (entah burungnya siapa) ini udah tersebar seantero Jakarta. Tapi yang sampe di kuping pendatang macem aku gini ya sekeder pelacur-pelacur cewek yg mangkal di sana. Kurang lebih tujuh bulan aku tiap hari ngelewatin bioskop itu, yang kuliat ya embak-embak cenderung umur emak-emak yang dandanannya menor ala Nicki Minaj KW sejuta. Muka dan gayanya ya kurang lebih sebangsa dan sama-sama kampungannya lah sama mukaku. Dari aura napasnya aja udah gak usah dipertanyakan lagi soal ngapain dia berdiri dan duduk-duduk di deretan bioskop tua itu.

Sampai suatu malam (peristiwa terekam sekitar pukul 19:30) aku mau balik ke kos, cegat angkot dari depan bioskop itu. Tapi sebelum naik angkot aku tiba-tiba haus sampai tenggorokan terasa sempit sesempit celana dalemku hari ini. Aku putuskan buat beli A(tiiiittt)Qua. Karena aku memegang teguh syariah Islam, aku minumnya sambil duduk kan ya. Mau minum sambil tiduran tapi malu kalo di muka umum gitu. Sembari duduk di undak-undakan, kok aku ngeliat pemandangan lain. Ada cowok berbadan hasil nge-gym berdiri di situ. Mukanya lumayan. Dan dia berdiri gak ada gelagat-gelagat lagi nunggu angkot. Sepertinya nunggu yg lain. 

Aku putusin buat duduk lebih lama sambil mengamati lebih jauh. Selain mas-mas body gym tadi, ada beberapa laki lain yang berdiri di sana. Sebagian haha-hihi bercengkerama, sebagian lagi cuma berdiri berpangku tangan, dan sebagian lainnya duduk. Secara muka, ya gak ada yg ganteng banget sih di sana. Tapi juga ya gak ancur-ancur banget. Pakaiannya juga yaaahhh gak compang-camping lah. Sampai suatu ketika, ada dua laki keluar dari dalem bioskop itu. Dua-duanya mungkin umurnya di atas 35 tahun. Yang satu lumayan manly, yang satu lumayan.... hmm... keliatan aura gay-nya. Sambil jalan, mereka ngobrol. Dan pas hawa-hawa mau pisah, si bapak-bapak yang agak manly itu kok ngasih duit ke cowok satunya. Lho apa-apaan ini?? Lhooo... Lhoooo....

Dan dari observasi dengan teknik mata-elang-mengintai itu lah aku baru tau kalo di bioskop tua situ, gak cuma pelacur cewek yang mangkal, dan esek-eseknya bukan cuma antar lawan jenis, tapi juga gigolo-gigolo yang menjajakkan dirinya untuk diesek-esekin oleh sesama jenis juga ekseeeiiisss di situ.

Telat ya aku? Hihihihi
(Bersambung)

Anuku Terbangun, Anuku Berdiri, Anuku Crot



Aduuhh... Judulnya sangat profokatif ya? Kaya' majalah isi esek-esek (baca: Lampu-Merah-yg-sekarang-udah-jadi-Lampu-Hijau-padahal-Edisi-Lampu-Kuning-belum-pernah-ada), trus kayak judul-judul postingan berita @detikcom yang so eeewww padahal isinya eeewwww....... Etapi jangan keburu senang dulu. Ini postingan isinya bukan foto-foto anonoh dari balik celana dalam akunya ini, yg tiap pagi berdiri, terus karena gak tahan birahi, makanya ngeloco sendiri. Bukan!

Ini postingan ya cuma mau berisikan hmmm.... apa ya.... hmmmm aduh apa ya? Jadi lupa lagi kan mau nulis apa. Maklum, isi otak tiap hari keluar lewat selangkangan (Astagfirullllaahhh... Kata-kataku.... Maafkan aku ya akhi, ya ukhti, ya abi, ya umi, ya ahli kubur).

Ok... Ok.... Karena akunya gak tau mau posting apa, ya udah aku putuskan saja ya posting soal kegiatanku sehari-hari saat ini. Ya itung-itung menandai bangunnya aku dari mati suri di dunia blog ini lah ya.

Kalo mau kegiatanku saat ini, kamu cukup ketik Reg (spasi) Gay Kampung Masuk Kota. Inget ya! Ketik Reg (spasi) Gay Kampung Masuk Kota, kirimnya ke 9090. Aku tunggu ya. SMS yang kamu dapat langsung dari hp akuh. Miuh....


*krik krik krik krik* 
Satu jangkrik di sawah bapakku di kampung mati kegaringan 
*krik krik krik krik*
Diikuti matinya ribuan jangkrik lainnya

Akunya sekarang udah magang, bukan lagi menyandang gelar mahasiswa homo beserta mahkota kehomoannya. Ya tetep homo sih, tapi bukan lagi mahasiswa. Sekarang udah magang di Lapangan Banteng. Waktu magang diitung (secara manusiawi) dari jam 7:30 sampai jam 17.00, selepas itu itungannya bukan magang lagi, tapi mangkal. Ya, yg terkenal dari Lapangan Banteng kan emang mangkalnya sih ya..... Tapi entah kenapa, sekarang kucing-kucing Lapangan Banteng udah ngga ada. Entah pindah kemana. Entah udah dibumihanguskan atau apa. Atau sudah tak ada mangsa? Ah tak mungkin lah ya...

Cerita diawali dari jam 7 pagi, aku udah (merasa) berganteng-ganteng ria nyetop angkot M01 yang legendaris. Dengan perasaan riang gembira penuh suka cita aku naik angkot. Kenapa suka, kenapa cita, kenapa ria? Ya karena di kampungku gak ada angkot sebagus ini. Beneran deh. Di kampungku itu angkotnya L300 bak bukaan gitu, trus atepnya terpal. Sedih ya? Taun 2012 masih aja ada angkot begituan.

Turun dari angkot, aku bergegas lari dengan rambut kunciran naik ke lantai 11. Aku gak mau naik lift. Ngaku ke temen-temen sih biar sehat, biar betis gede... Sebenernya sih (hihihi aku malu mau bilangnya), sebenernya sih aku gak biasa naik lift. Grogi

Nah, dari jam setengah 8 sampe jam 5 sore, kerjaanku kebanyakan cuma kikir-kikir kuku, buka twitter -- Oh ya boleh lho kalo mau follow aku di @DiqGuntoro (tetep ya harus ngiklan) --, kalo disuruh fotokopi ya fotokopi, kalo disuruh anter surat ya anter surat, selebihnya gak ada kerjaan berarti sih. Sedih ya jadi anak magang. Aku merasa tak ada gunanya. Lap pel di kantor mungkin lebih berguna dari aku. Hiks hiks... Emak, aku sedih...

Nah cerita udah jam 5 kan ya, aku pulang lagi dong ke kosan naik angkot M01 pujaan. Fyi (meski gak penting), aku suka naik angkot duduk di depan. Berasa jadi simpanannya supir AKAP gitu....  Hihihi

Udah lah ya, itu aja postinganku kali ini. Kapan-kapan disambung lagi silaturahmi Islami ini.



Daun salam, daun sawo. Wassalam, pecinta homo.