Sunday, November 10, 2013

Melela Ella Ella, Ay Ay Ay - Melela by Rihanna

Udah pada coming out belum? 
Udah coming out ke siapa aja?
Kenapa belum coming out?

Udah gak usah dijawab. Pertanyaannya cuma basa-basi doang kok. Kalo tanya ke aku, aku mah discreet. Sumprit. Gak ada yg tau aku gay. Sampe aku gak tau harus bercerita ke siapa akan orientasiku yg berbeda ini. Aku lelah. Aku ingin kenal orang yang bisa ngertiin kondisi ini. Aku butuh dukungan agar tak merasa sendiri. *sedih*

Ok... Ok... Sebelum hidungku yang pesek ini bertambah mancung beberapa senti karena kebanyakan nulis hal-hal yg berbau fiktif belaka, lebih baik aku jujur. Etapi kalo akunya balik jujur, hidungku gagal mancung? *sedih lagi*. Gpp lah gak mancung, yang penting aku jujur pada hati nurani. Aku udah coming out. Siapa coba yang gak tau aku gay? Siapa? Ayo coba tunjuk tangan siapa... Pada tau kan? Sahabat-sahabatku pada tau aku gay; temen-temen deket juga tau; temen-temen agak gak deket pun tau; seangkatan di kampus tau, satu gedung di kantor lama tau, di kantor yg ini juga kayaknya udah pada tau; bahkan satu kemeterian di mana aku kerja juga kayaknya tau. Ya salah satunya berkat blog ini. *peluk si blog karena udah buat aku rada tenar*

Yang belum tau sih kayaknya cuma bapak-ibuku doang di rumah. I mean belum tau secara official kalo anak semata wayangnya ini gay. Ya karena aku belum memproklamirkan dari hati ke hati sama mereka. Tapi kalo kataku sih ya mungkin firasat kalo anaknya ini suka laki ya kayaknya ada. Apalagi ibu. Namanya perasaan ibu ke anaknya kan tajem ngelebihin tajemnya bibir Joan Rivers kalo lagi nyela seleb-seleb Hollywood. 

Kenapa belum coming out ke orang tua? Hmmm.... entah sih. Mungkin belum siap aja kalo sekarang. Belum nemu timing yg tepat (klise ya jawabannya). Mungkin gak akan pernah ada waktu yg tepat buat ngomong ke bapak ibu "heeeiii heeeiiii sini deh pak bu, aku bisikin: AKU GAAAYYYY... YAAAIIII". Mungkin yg bakal ada kelak adalah waktu di mana aku berani ngomong dari hati ke hati ke kedua orang tua. Waktu di mana aku berani jujur membuka tabir kebeneran anaknya ini sebenernya seperti apa. Waktu di mana aku berani menanggung semua kemungkinan yang bakal terjadi. Kalo sekarang aku belum seberani itu. Ke temen-temen ok lah aku berani, tapi kalo udah menginjak ranah perasaan orang tua, khususnya ibuku tercinta, gak segampang ngebalik posisi pacar di ranjang. Berat. 

Dulu.... Pernah terlontar sebuah kalimat "Aku gak mau nikah" di sebuah obrolan serius antara aku-bapak-dan ibu. Tapi gak diikuti embel-embel "Aku gak mau nikah karena aku gak suka perempuan". Masih kaku mulut ini buat nerusin. Tertahan dengan semua ketakukan. Ketakutan terbesarku dulu adalah:

  • aku belum siap didepak dari rumah kalo aku ngaku gay. 
  • gimana kuliahku kalo aku didepak? 
  • siapa yg bakal ngebiayain aku kalo bapakku yg keras karena latar belakangnya tentara itu udah gak mau nerima aku sebagai anak karena dianggap aib? 
  • aku harus lulus kuliah. Harus.


Eeeehhh udahan dulu ah ngomongin soal per-coming out-anku. Jadi rada mellow gini kan keinget emak bapak di kampung yg jaraknya ribuan mill di seberang sana. Ok, trus kenapa aku ngebahas soal coming out? Apa hubungannya coba sama judul postingan di atas? Ya pasti ada hubungannya sih. "Melela" itu adalah padanan kata dari coming out. Oh tenang.... Ini bukan karena sifat rajinku bacain arti kata di KBBI kok. Bukan juga karena keahlianku translate men-translate. Aku belum sepinter itu. Ini semua karena aku baca situs melela.org .

Melela.org adalah situs (bukan peninggalan sejarah) yang isinya kisah-kisah & cuilan pengalaman hidup dari teman-teman LGBT kita dalam proses pembukaan jati dirinya ke orang lain di sekitarnya: bisa ke sahabat, temennya, dan juga keluarga. Tujuan dibuatnya situs ini mulia sekali lho guys, yaitu agar kita-kita para gay sebangsa dan setanah air punya tempat buat membagi-bagi cerita kita ke khalayak. Siapa tau mengisnpirasi. Bukan cuma mandegh di situ tujuan adanya melela.org ini. Tujuan lain ya pastinya buat membuka cakrawala wawasan masyarakat perihal LGBT. Lobang mah enaknya cari yang sempit, tapi cakrawala wawasan bagusnya mah lebar menganga ya guys....

Sekian dulu postingan kali ini. 
PS: ayo mas-mas di melela.org yg mau transfer ke rekiningku boleh lho karena udah promoin web kalian. 
Hihihi.... 
Gak ding. Becanda. Aku promoin melela.org karena emang situsnya bagus. Cerita-ceritanya menyentuh. Harapanku cuma satu, semoga banyak yg terinspirasi termasuk aku. 


3 comments:

Anonymous said...

Kebalikannya. Kalau aku justru sudah ke ibu, ke luar justru gak berani. :))

Jurusan perkuliahan yang dominasi lelaki, temen yang konservatif ngebuat makin susah untuk bisa coming out. Walaupun, ga menutup kemungkinan sebenernya mereka sudah tau atau curiga.

Anyway, sudah baca melela sejak lama, ceritanya banyak yang mengharukan. Terutama kisah penerimaan dari para orangtua, untungnya waktu aku coming out ke ibu ga ada drama apapun.

Keep posting, Mr. GKM! I'm your new reader.

Gay Kampung Masuk Kota said...

Thanks, Ade udah sudi ngebacain blog ala kadarnya ini.

Semoga aku nanti punya keberanian kayak kamu, bs ngomong dari hati ke hati ke ibu. Cerita doooong....

Anonymous said...

Cerita coming out-nya? Oke, tapi beneran gak ada yang spesial :))

Kebetulan, aku sadar dari dulu, kalau gaya pikir ibu cenderung ke arah liberal. Kebebasan seluas-luasnya dengan tanggung jawab penuh di anak itu sendiri. Menurut dia sih, dengan begitu anak sendiri yang akan latah dan jujur cerita tentang hidupnya tanpa dipaksa. Dan memang iya, aku jadi demen cerita apa aja ke ibu, mulai dari hal yang penting sampai ga penting sekalipun :))

Terus, 2012 akhir kemarin, entah ya rasanya berat. Mungkin karena akunya yang semakin besar, dan dengan jadi orang yang terbiasa cerita semua hal ke ibu, rasanya tiap hari makin nyesek untuk bilang. :)) Gak tau istilahnya apa, tapi berasanya di dada begitu.

Jadi, aku cari cara. Karena kami memang senang diskusi hampir tentang semua hal, aku selipin saat ngopi bareng tentang gerakan No-H8, legislasi marriage di Eropa, sampai sikap Paus baru untuk menyikapi kaum LGBT. Pada dasarnya, yang kutangkap dari diskusi itu, ibu ngehargai semua orang apapun orientasinya dan dia cukup kagum dengan pluralisme di luar. Maka kusimpulkan, pada dasarnya ibu gak ada keberatan dari sisi humanis.

Di saat lain selang beberapa minggu, aku share ke ibu tentang ayat kitab yang biasanya diklaim untuk mendukung kaum LGBT. Takjubnya, ibu sempat bilang bahwa pemahaman manusia itu sempit dan gak seharusnya kalimat diartikan literal, tapi maknai apa yang ingin diungkap oleh ayat tersebut. Kalaupun secara literal dan pemaknaan ambigu, kembalikan ke ajaran awal tentang cinta kasih. Dan beliau sendiri yang menyimpulkan kalau tidak seharusnya rasa sayang dihalangi oleh pembatas semacam orientasi.

Disitu aku makin resah, antara harus cerita atau enggak. Memang dari dua umpan yang diatas sepertinya ibu bisa terima, tapi ini anak lelakinya loh :))

Sampai akhirnya di 2013 awal, beliau nonton film tema LGBT yang ada di laptopku. Kalau gak salah, judulnya Is It Just Me dan Weekend. Biasanya aku apik untuk film yang seperti itu kutaruh hidden folder, tapi waktu itu entah kenapa selesai ditonton masih di folder movies biasa. Dan dia tonton.

Pulang kuliah, dia yang tiba-tiba cerita tentang alur film itu sambil kami ngopi dan ngerokok di belakang. Satu hal yang sampai sekarang (dan mungkin sampai kapanpun aku ga akan lupa) adalah ketika ibu bilang,

"Mama baru tau langsung, ternyata homoseksual ga ada bedanya dengan kaum normal pada umumnya. Mereka manusia, bisa sedih, bisa marah, bisa patah hati, bisa jatuh cinta, bisa cemburu, bisa sayang."

Disitu jujur mataku udah berair :))

Dan aku bilang, "Kalau kakak yang begitu, gimana, ma?"

Tanpa ada jeda, tiba-tiba dia maju ke bangku-ku dan meluk, dia bilang, "Gak apa, sampai kapanpun kamu tetep anak mama, dan kesayangan mama. Sampai kapanpun, kamu inget itu."

Nah, disitu baru aku bisa nangis. Tepatnya, kami berdua nangis sih :)) (tepatnya, sekarang juga nulisnya sampai berair lagi mata kalau inget :)) )
Rasanya, kayak ada batu yang diangkat dari ulu hati, perasaan terlega dan terplong yang pernah sampai detik ini.

Lewat hari itu, aku berasanya jadi lebih semangat aja, karena udah ga ada lagi beban pikiran.

Kalau ada satu kesimpulan, aku cuma bersyukur udah diberikan ibu yang sedemikian. Aku bersyukur proses coming out-ku hampir gak ada halangan, karena aku tau banyak yang teman-teman yang punya kesusahan lebih. Kalau ada yang cerita tentang masalah seperti itu, biasanya aku cuma bisa hibur, walau sebatas chat, karena mayoritas teman LGBT kukenal dari internet :D

Nah, kurang lebih begitu ceritanya, Mr. Diq (sekarang udah tau manggilnya Diq, karena baca beberapa postingan kebawah :)) ).

Maap kalau kepanjangan ceritanya, apalagi jadi semi curcol yak, hahahahahaha!

Post a Comment